Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang
filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali
mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu
didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para
ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma
tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan
tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah
dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak
hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang
politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam
pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber,
tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti
sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan
tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi
dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
1.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai
dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur
segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini
sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan
negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat
manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat
manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya
meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa,
raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di
berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus
ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik.
Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus
dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya
adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada
pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
b. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan
ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk
tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas
dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan
menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem
ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi
harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli
dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan,
dan kesengsaraan warga negara.
c. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik
karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu
sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan
sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan
budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya
rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap
budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka
merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan
sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial.
d. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini
mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara
negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar
tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh
komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan
seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total
terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan
sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban
warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigma
pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Pancasila Sebagai Paradigma
Reformasi
Pada saat ini Indonesia tengah berada pada era
reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun 1998. ketika gerakan reformasi
melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan dan praktik politik pada era
Orde Baru banyak
mengalami keruntuhan. Pada era reformasi ini, bangsa Indonesia ingin menata kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera. Tatanan kehidupan yang berjalan pada era orde baru dianggap tidak mampu memberi kedaulatan dan keadilan pada rakyat.
mengalami keruntuhan. Pada era reformasi ini, bangsa Indonesia ingin menata kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera. Tatanan kehidupan yang berjalan pada era orde baru dianggap tidak mampu memberi kedaulatan dan keadilan pada rakyat.
Reformasi memiliki makna, yaitu suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita-citakan rakyat. Apabila gerakan reformasi ingin menata kembali
tatanan kehidupan yang lebih baik, tiada jalan lain adalah mendasarkan kembali
pada nilai-nilai dasar kehidupan yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai
dasar kehidupan yang baik itu sudah terkristalisasi dalam pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara. Oleh karena itu, pancasila sangat tepat sebagai
paradigma, acuan, kerangka, dan tolok ukur gerakan reformasi di Indonesia.
Dengan pancasila sebagai paradigma reformasi,
gerakan reformasi harus diletakkan dalam kerangka perspektif sebagai landasan
sekaligus sebagai cita-cita. Sebab tanpa suatu dasar dan tujuan yang jelas,
reformasi akan mengarah pada suatu gerakan anarki, kerusuhan, disintegrasi, dan
akhirnya mengarah pada kehancuran bangsa. Reformasi dengan paradigma pancasila
adalah sebagai berikut :
a. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan
reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada
kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya,
gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhur dan sebagai
upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat
manusia.
c. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan
reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai
satu kesatuan. Gerakan reformasi yang menghindarkan diri dari praktik dan
perilaku yang dapat menciptakan perpecahan dan disintegrasi bangsa.
d. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan
rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan. Gerakan reformasi bertujuan
menuju terciptanya pemerintahan yang demokratis, yaitu rakyat sebagai pemegang
kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu
demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Perlu disadari bahwa
ketidakadilanlah penyeban kehancuran suatu bangsa
ketidakadilanlah penyeban kehancuran suatu bangsa
3.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya
merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas
akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang
diciptakan Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan
dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak
bebas nilai, namun terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan dasar
nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas
Pancasila sebagai paradigmanya, perlu difahami dasar dan arah peranannya, yaitu
:
a.
Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang
tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam
dimensinya sebagai :
o
Sebagai
masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang
dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
o
Sebagai
proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi,
spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan
eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
o
Sebagai
produuk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya –
karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.
b. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung didalamnya dijadikan
metode berpikir.
c. Aspek Askiologi, dengan
menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode
berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara
negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara posiitif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Hubungan antara pancasila dengan ilmu pengetahuan
tidak dapat lagi dittempatkan secara dikhotomi saling bertentangan, pancasila
tanpa disertai sikap kritis ilmu pengetahuan, akan menjadikan pancasila itu
sebagai suatu yang refressif dan contra produktif. Sebaliknya ilmu pengetahuan
tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai pancasila akan kehilangan arah
konstruktifnya dan terdistori mennjadi suatu yang akan melahirkan akibat-akibat
fatal bagi kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar