BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian Industrialisasi
Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian,
industri merupakan bagian dari proses produksi.
Bahan-bahan industri
diambil secara langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga
menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses
produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan
manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu
menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif
dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan
macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin
maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha
tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian
industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri
didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa
pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor
tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut
menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks
kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis
industrinya. Istilah industrialisasi
secara ekonomi juga diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis
dimana kata industri dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Industri
1.
Klasifikasi
Industri berdasarkan Bahan Baku
Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang
berbeda, tergantung pada apa yang akan dihasilkan dari proses industri
tersebut. Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi:
Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari
alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan
industri hasil kehutanan Industri
nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasilhasil industri
lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier.
Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang
lain. Misalnya: perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
2.
Klasifikasi Industri berdasarkan Tenaga Kerja
Berdasarkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a). Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang
dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga
kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya
kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri
anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
b). Industri kecil, yaitu industri yang tenaga
kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah
memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan
sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri
batubata, dan industri pengolahan rotan.
Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai
99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga
kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan
manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industry keramik.
c). Industri besar, yaitu industri dengan jumlah
tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal
besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja
harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji
kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
3.
Klasifikasi
Industri berdasarkan Produksi yang dihasilkan
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri
dapat dibedakan menjadi:
Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak
perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat
dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri
konveksi, industri makanan dan minuman.
Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang
membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya:
industri pemintalan benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda
yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung,
melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan
masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri perbankan, industri
perdagangan, dan industri pariwisata.
4.
Klasifikasi
Industri berdasarkan Bahan Mentah
Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri
dapat dibedakan menjadi:
Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh
dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula,
industri kopi, industri teh, dan industri makanan.
Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal
dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM
(bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah
dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri
perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata, industri transportasi,
industri seni dan hiburan.
5.
Klasifikasi
Industri berdasarkan Lokasi Unit Usaha
Keberadaan suatu
industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan
pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:
Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment
oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan
penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu
industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri
semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di
Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di
Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat
tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri
tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan
industri gula berdekatan lahan tebu.
Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry),
yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas.
Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan
pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri
elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
6. Klasifikasi industri berdasarkan proses
produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat
dibedakan menjadi:
Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk
kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium,
industri pemintalan, dan industri baja.
Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah
jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai
atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri
konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
7.
Klasifikasi
industri berdasarkan barang yang dihasilkan
Berdasarkan barang
yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi
lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industry percetakan.
Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk
dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri
minuman.
8.
Klasifikasi
industri berdasarkan modal yang digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri
dapat dibedakan menjadi:
Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri yang
memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam
negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan industri
makanan dan minuman. Industri dengan penanaman
modal asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal
asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri
pertambangan.
Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya
berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif,
industri transportasi, dan industri kertas.
9.
Klasifikasi
Industri berdasarkan subjek pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri
dapat dibedakan menjadi:
Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,
misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri kerajinan.
Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang
dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk,
industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan industri
transportasi.
10. Klasifikasi Industri berdasarkan cara
pengorganisasian
Cara pengorganisasian
suatu industri dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti: modal, tenaga kerja,
produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya,
industri dapat dibedakan menjadi:
Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,
teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan
keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas
(berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan ringan.
Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative
besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang,
tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala
regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri mainan anak-anak.
Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,
teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah
banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional.
Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri otomotif, industri
transportasi, dan industri persenjataan.
11. Klasifikasi Industri berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian
Selain
pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian
industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986
yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar,
keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk
kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1) Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan
kimia tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat,
dan industry kaca.
3) Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
4) Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan industry ban.
Industri Mesin
Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi
mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan.
Adapun yang
termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1). Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian,
misalnya: mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2). Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin
pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
3). Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin
bor, mesin gergaji, dan mesin pres.
4). Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan
komputer.
5). Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga
dan generator.
6). Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan
gerbong.
7). Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil,
motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
8). Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan
helikopter.
9). Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi
baja, industri alumunium, dan industri tembaga.
10). Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi
kapal.
11). Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin
produksi, peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi.
Aneka Industri (AI) Industri ini merupakan industri yang tujuannya
menghasilkan bermacammacam barang kebutuhan hidup sehari-hari.
Adapun yang termasuk industri ini adalah
sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan
pakaian jadi.
Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin
jahit, televisi, dan radio.
2) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi,
sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
3) Industri pangan, misalnya: minyak goreng,
terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.
4) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya:
kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit,
dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya:
industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah). IndustrI pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan
wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan
seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur,
alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya:
pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata
kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah
pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
B.
Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Dalam konsep sejarah pembangunan ekonomi,
konsep industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada pertengahan
abad ke-18 di Inggris, yang ditandai dengan penemuan metode baru untuk
permintalan, dan penemuan kapas yanng mencipatakan spesialisasi dalam produksi,
seta peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan. Sejarah ekonomi duniai menunjukan bahwa industrialissi
merupakan suatu proses interasksi antara pengemebangan teknologi, inovasi,
spesialisasi, produksi, dan perdagangan anatarnegara, yang pada akhirnya
sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong perubahan struktur
ekonomi dibanyak negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis
industri. Pengalaman di hampir semua negara menunjukan
bahwa indutrialisasi sangat perlu karena menjamin pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam
meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa
industrialisasi.
C. Sejarah Sektor Industri di Indonesia
Tahun 1920an industry modern di Indonesia
hampir semua dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri
kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan
padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil,
dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik. Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik
British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor
Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan
perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden
menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi
tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi
dari sector perkebunan ke sector industry, dengan memberi kemudahan dalam
pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu
mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang
logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup
baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan
impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan
tenaga kerja (romusha).
Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan
sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun
1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program
utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan
pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.
D.
Faktor-faktor
Pendorong Industrialisasi
a) Kemampuan teknologi dan inovasi.
b) Laju pertumbuhan pendapatan nasional per
kapita.
c) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam
negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja,
semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami
proses industrialisasi lebih cepat.
d) Besar
pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e) Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan
industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan
insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar
cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g) Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax
holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
E. Pola Pengembangan Industri
Pengelompokan pola pikir industrialisasi
secara keseluruhan telah tercakup dalam Pola Pengembangan Indutri Nasional
(PPIN) yang dibuat oleh Departemen Perindustrian (dalam Siahaan, 1996). PPIN
tersebut berintikan 6 butir kebijakan :
1.
Pengembangan
industri yang diarahkan untuk pendalaman dan pemantapan struktur industri serta
dikaitkan dengan sektor lainnya.
2.
Pengembangan
indutri permesinan dan elektronika penghasil barang modal.
3.
Pengembangan
industri kecil.
4.
Pembangunan
ekspor komoditi industri.
5.
Pembangunan
kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun khususnya perangkat lunak
dan perekayasaan.
6.
Pembangunan
kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industri berupa manajemen, keahlian,
kejujuran serta keterampilan.
F. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur
Nasional
Sektor industri manufaktur di banyak Negara
berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia
Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25
tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat
hebat. Dari 1970 hinga 1995, industri manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama
ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di
Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari
sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative
kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di
Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan
Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan
Thailand.
G. Permasalahan dalam Industri Manufaktur
Secara umum, industry manufaktur di
Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang
sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara
yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang
dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang
bersifat structural dan yang bersifat organisasi.
Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1.
Basis
ekspor dan pasarnya yang sempit
a.
Empat
produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa
50% dari nilai total manufaktur
b.
Pasar
tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c.
Tiga
Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur
Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan
pakaian jadi
d.
Sepuluh
produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e.
Banyak
produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia
mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f.
Banyak
produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami
penurunan daya saing
2.
Ketergantungan
impor yang sangat tinggi.
3.
Tidak
adanya industry berteknologi menengah.
4.
Konsentrasi
regional
Kelemahan-kelemahan organisasi, di
antaranya:
1.
Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped.
2.
Konsentrasi pasar.
3.
Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi.
4.
Lemahnya SDM
H.
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Sektor Industri
1.
Strategi Subtitusi Impor
Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi
pada pasar domestic. Strategi subtitusi impor adalah industry
domestic yang membuat barang menggantikan impor. Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang
memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a.
SDA dan
factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia.
b.
Potensi
permintaan dalam negeri memadai.
c.
Pendorong
perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri.
d.
Dengan
perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas.
e.
Dapat
mengurangi ketergantungan impor
2.
Penerapan
strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost
economy
Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
3.
Strategi
Promosi Ekspor
Lebih berorientasi ke pasar internasional
dalam pengembangan usaha dalam negeri. Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan
fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah. Dilandasi pemikiran bahwa laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam
negeri dijual di pasar ekspor. Strategi promosi ekspor mempromosikan
fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan
pola keunggulan komparatif.
4.
Kebijakan
industrialisasi
Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri
lebih bebas dan sederhana. Dikuranginya fasilitas
khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta
bersama-sama dengan BUMN
I. Pengukuran Daya Saing Industri
Globalisasi pada dasarnya adalah penomena yang
mendorong perusahaan di tingkat mikro ekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar
mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dengan
globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi internasional
meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua perusahaan baik kecil,
menengah maupun besar.
Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar
daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif
tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (sumber
OECD). Oleh karena daya saing industri merupakan penomena di tingkat mikro
perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan
mengkaji sector industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. Analisa
difokuskan pada dua sisi yaitu: Sisi Penawaran dan Sisi Permintaan. Sisi penawaran
diukur dari 2 unsur yaitu: 9, 2010
1)
Kondisi kemampuan ekonomi Indonesia atau Modal Dasar (SDA, SDM, Teknologi,
dan infrastruktur fisik),
2)
Kondisi saat ini struktur industri manufaktur Indonesia (kemampuan
organisasi, kontribusi
sektor, produktifitas, internasionalisasi, dan faktor klasifikasi)
Sedangkan
sisi permintaan diukur dari 2 unsur yaitu:
1)
Tingkat Pengembangan daya saing (posisi daya saing Indonesia dalam perdagangan dunia dan struktur ekspor, spesialisasi ekspor, dan penetrasi
impor).
2)
Lingkungan
daya saing internasional (dinamisme ekspor, struktur persaingan di negara
tujuan ekspor, dan struktur pasar impor dunia).
Untuk menentukan industri yang prospektif
dikembangkan di masa mendatang telah dilakukan pengukuran daya saing. Pengukuran
dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing internasional
industri Indonesia. Indikator yang digunakan untuk melihat faktor yang
mempengaruhi daya saing internasional terdiri atas 15 parameter dari sisi
penawaran (supply side) dan 8 parameter dari sisi permintaan (demand side).
Parameter-parameter yang digunakan untuk
melihat factor yang mempengaruhi daya saing industry Indonesia adalah sebagai berikut; Sisi penawaran;
1)
Modal
Dasar.
2)
Ukuran
Perusahaan.
3)
Struktur
Kepemilikan.
4)
Spesialisasi
5)
Penganekaragaman
6)
Keluaran
7)
Nilai
Tambah
8)
Biaya
Tenaga Kerja
9)
Aset
Tetap
10)
Produktifitas
11)
Cakupan
Ekspor
12)
Ketergantungan
Impor
13)
FDI dan
cakupan Ekspor
14)
Faktor
Intensitas
Hasil analisis pengukuran daya saing terhadap
industri yang sudah berkembang di Indonesia tersebut dibagi ke dalam dua
kelompok berdasarkan orientasi pasarnya, yaitu Kelompok Industri Potensi Ekspor
dan Kelompok Industri Potensi Pasar Dalam Negeri. Selanjutnya kedua kelompok
tersebut dibedakan kembali atas 4 (empat) kategori, sebagai berikut:
1.
Industri
Padat Sumber Daya Alam, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan sumber daya alam sebagai bahan baku. Industri ini
mempunyai potensi yang kuat dari sisi
internal supply, dan untuk pengembangan produk ini sudah dapat didukung oleh litbang dalam negeri;
2.
Industri
Padat Tenaga Kerja, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan tenaga kerja. Untuk dapat mengembangkan produk ini diperlukan
usaha meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja, baik melalui
penanaman modal maupun penerapan teknologi;
3.
Industri
Padat Modal, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan modal. Dalam
pengembangan produk ini diperlukan usaha meningkatkan penanaman modal asing.
Pada umumnya untuk mengembangkan produk ini sangat tergantung pada faktor
eksternal
4.
Industri Padat Teknologi,
meliputi industri-industri yang mengandalkan teknologi sebagai faktor keunggulan untuk bersaing. Untuk mengembangkan
produk ini diperlukan usaha meningkatkan penguasaan teknologi, baik melalui
alih teknologi maupun melalui teknologi yang menyatu pada barang modal yang
diimpor.
Kriteria pemilihan industri inti (Core
Industry) potensial ekspor untuk setiap sub sector industri dalam masing-masing kelompok adalah sebagai
berikut: Industri padat sumber daya alam: nilai ekspor,
kandungan lokal, orientasi pasar, dan nilai produksi. Industri padat tenaga kerja: nilai ekspor, penyerapan
tenaga kerja, nilai tambah per tenaga kerja, orientasi pasar, dan nilai
produksi; Industri padat modal: total investasi, ICOR,
nilai tambah, orientasi pasar, dan nilai produksi; Industri padat teknologi:
nilai ekspor, kandungan impor, nilai tambah, nilai produksi, orientasi pasar,
biaya litbang, dan pelatihan tenaga kerja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Sedangkan, pengertian industri sangatlah
luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial.
Awal konsep industrialisasi berawal dari
adanya Revolusi industry pada abad 18 di Inggris. yaitu ditandai dengan adanya
Penemuan metode baru dalam pemintaan dan penemuan kapas yg menciptakan
spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.
Industrialisasi adalah suatu proses interkasi
antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur
ekonomi.
Sedangkan Klasifikasi Industri dapat dibedakan menjadi 11 yaitu:
1.
Klasifikasi Industri berdasarkan Bahan Baku
2.
Klasifikasi Industri berdasarkan Tenaga Kerja
3.
Klasifikasi Industri berdasarkan Produksi yang dihasilkan
4.
Klasifikasi Industri berdasarkan Bahan Mentah
5.
Klasifikasi Industri berdasarkan Lokasi Unit Usaha
6.
Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
7.
Klasifikasi
industri berdasarkan barang yang dihasilkan
8.
Klasifikasi
industri berdasarkan modal yang digunakan
9.
Klasifikasi
Industri berdasarkan subjek pengelola
10.
Klasifikasi
Industri berdasarkan cara pengorganisasian
11.
Klasifikasi
Industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
DAFTAR PUSTAKA