MAKALAH
KIMIA PESTISIDA
ORGANOFOSFAT PROFENOFOS
Disusun
oleh:
1.
Mayang Kusuma
2.
Wuri Cahyani
3.
Umil L
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, akhirnya penulis dapat menyusun makalah kimia pestisida yang berjudul “
Organofosfat Profenofos” ini dalam rangka menyelesaikan tugas pada Mata Kuliah
Kimia Pestisida Universitas Diponegoro Semarang dapat terselesaikan dengan
baik.
Terselesaikannya
penyusunan makalah ini bukan karena usaha penulis semata, namun juga berkat
uluran tangan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak
Ngadiwiyana, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Kimia Pestisida.
2. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu
terselesaikannya penulisan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan pada
penulisan makalah ini
walaupun penulis telah berusaha seoptimal mungkin. Oleh
karena itu, segala
saran dan kritik yang membangun akan diterima demi
penyempurnaan Tesis ini
dan untuk penelitian di masa mendatang.
Semarang, 03 April 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………....... ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang …………………………………………..…………...
1
B.
Rumusan Masalah …………………………………………..…………... 2
C.
Tujuan Penulisan …………………………………………...…………… 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Sejarah
dan Perkembangan Organofosfat …………………………….
3
B.
Insektisida Profenofos ………….……………………………………. 4
C. Struktur
Fisik dan Kimia Insektisida Profenofos…………………….. 5
D. Toksisitas
Profenofos …………………….……………………….... 6
E. Keracunan
Pestisida terhadap Anemia ………………………………. 10
BAB
IV PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………………………………… 13
B.
Saran ……………………………………………………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Iklim tropis di
Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki tanah yang subur dan cocok untuk
ditanami berbagai macam jenis tanaman. Dalam upaya meningkatkan mutu dan
produktivitas hasil pertanian, penggunaan pestisida untuk membasmi hama tanaman
sering tak terhindarkan. Pestisida yang digunakan diharapkan dapat membantu
petani dalam mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Penggunaan
pestisida secara berlebihan dan tidak terkendali seringkali memberikan risiko
keracunan pestisida bagi petani. Risiko keracunan pestisida ini terjadi karena
penggunaan pestisida pada lahan pertanian khususnya sayuran.
Penggunaan
pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus menerus akan
menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi
pada produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan
produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia yang berdampak
buruk terhadap kesehatan. Manusia akan mengalami keracunan baik akut maupun
kronis yang berdampak pada kematian.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1 – 5 juta kasus
keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai
220.000 korban jiwa. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara
sedang berkembang.
Pestisida
organofosfat merupakan salah satu
jenis pestisida yang
banyak digunakan petani sayuran
bawang merah. Di
Indonesia, pestisida
golongan organofosfat banyak digunakan hingga mencapai 22,29%
(Oginawati, 2006). Jenis pestisida
organofosfat yang banyak digunakan pada
pertanaman bawang merah adalah
profenofos. Profenofos merupakan
jenis insektisida yang mempunyai
toksisitas sedang dan kandungan
gugus halida dalam
struktur molekulnya.Waktu paruh
profenofos adalah sekitar 43
hari (Hydrolysis half-life),
rata-rata 2 hari (aerobik
soil half-life) atau
sekitar 3 hari (anaerobik soil half life).
Profenofos mempunyai kelarutan dalam air
sekitar 28 mg/L.
Profenofos
merupakan bahan kimia yang bersifat
racun akut yang
moderat, penyebab kanker (carcinogenic), dikenal
sebagai polutan air tanah,
toksikan reproduksi. Toksisitas
akut hanya terjadi pada kandungan bahan aktif murni (Tarumingkeng, 1992).
Intake campuran profenofos dan
klorpirifos dapat menurunkan aktivitas AChE
(enzim choline esterase
sebesar 50 — 85,1%
(Oginawati, 2006). AChE merupakan enzim
yang berperan dalam penerusan rangsangan
syaraf
B. Rumusan
Masalah
Dari penjelasan
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana sejarah dan perkembangan
organofosfat?
2.
Apa yang dimaksud dengan insektisida profenofos?
3.
Bagaimana struktur fisik dan kimia insektisida
profenofos?
4.
Bagaimana toksisitas insektisida profenofos?
5.
Bagaimana pengaruh keracunan pestisida
terhadap anemia?
C. Tujuan
Adapun tujuan
penulisan dalam penulisan makalah ini antara lain :
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah kimia
pestisida.
2.
Untuk mengethui sejarah dan perkembangan
organofosfat.
3.
Untuk mengetahui insektisida profenofos.
4.
Untuk mengetahui struktur fisik dan
kimia dari profenofos.
5.
Untuk mengetahui toksisitas insektisida
profenofos.
6.
Untuk pengetahui pengaruh keracunan
pestisida terhadap anemia.
BAB
II
ORGANOFOSFAT
PROFENOFOS
A. Sejarah
dan Perkembangan Organofosfat
Organofosfat
adalah nama umum ester dari asam fosfat. Insektisida organofosfat (
Organophosphates = Ops) adalah insektisida yang mengandung unsure fosfat.
Insektisida organofosfat dihasilkan dari asam fosforik. Insektisida ini dikenal
dengan insektisida yang paling beracun terhadap mamalia. Dahulu insektisida
organofosfat juga dikenal dengan nama: fosfat organic (organic phosphates),
insektisida fosfat (phosphorus insecticides), kerabat gas racun ( nerve gas
relatives), dan ester asam fosfat (phosphoric acid esters)
(Fishel,2002;Thomson,2001).
Pestisida
organofosfat ditemukan melalui sebuah riset di Jerman, selama Perang Dunia II,
dalam usaha menemukan senjata kimia untuk tujuan perang. Pada tahun 1937, G.
Schrader menyusun struktur dasar organofosfat. Meskipun organofosfat pertama
telah disintesis pada 1944, struktur dasar organofosfat baru dipublikasikan pada
tahun 1948.
Pestisida
golongan organofosfat banyak digunakan karenasifat-sifatnya yang menguntungkan.
Cara kerja golongan ini selektif, tidak
persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja
sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernafasan. Dengan takaran
yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan
mudah terurai.
Golongan organofosfat sering disebut dengan organic
phosphates, phosphoris insecticides,
phosphates, phosphate insecticidesdan phosphorus estersatau phosphoris acid
esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik
untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan gas syaraf.
Profenofos merupakan
salah satu insektisida organofosfat
yang banyak digunakan petani di
sentra bawang merah. Profenofos mempunyai
waktu paruh sekitar 43
hari (Hydrolysis half-life),
dan mempunyai kelarutan dalam air
sekitar 28 mg/L sehingga dapat berpotensi mencemari lingkungan pertanian. Karakteristik
fisika dan kimia
tanah inceptisol dengan tekstur
lempung, KTK tinggi, dan
C organik rendah
dan sifat kimia
dari profenofos berpengaruh terhadap
keberadaan residu
insektisida dalam lingkungan
pertanian.
B.
Insektisida Profenofos
Profenofos
adalah insektisida/mitisida yang digunakan hanya pada perkebunan kapas (di
Amerika lebih dari 10% ditangani dengan pestisida jenis ini). Terdapat dua
jenis produk yang menggunakan profenofos sebagai zat aktif yaitu Technical
(T) Profenofos dan Curacron 8E Insecticide-Miticide (Griffin, 1999).
Di Indonesia profenofos yang digunakan adalah jenis Curacron 8E
Insecticide-Miticide atau yang lebih dikenal dengan nama Curacron. Penggunaan
profenofos adalah dengan cara menyemprotkan dari udara sebanyak sekitar enam
kali tiap musimnya. Profenofos pertama kali dikenal pada tahun 1982 di Amerika
Serikat. Di Amerika Serikat tercatat bahwa tiap tahunnya terdapat 775.000 pon
profenofos yang digunakan pada tanaman kapas.
Profenofos
ini digunakan untuk mengatasi ulat, cacing, laba-laba, serangga tanaman, kutu,
tungau, dan lain sebagainya. Sekitar 85% dari profenofos digunakan untuk
mengontrol spesies lepidopteran (cacing kompleks). Dan sekitar 30% dari
penggunaan keseluruhan profenofos bertujuan untuk mengontrol cacing kompleks
pada label laju maksimum sekitar 1 lb.komposisi aktif/are. Hama lainnya
biasanya dikontrol dengan laju yang lebih rendah. EPA telah memperkirakan
resiko yang ditimbulkan profenofos dan memasukkannya dalam daftar Interim
Reregistration Eligibility Decision (IRED).
Jalur
utama penyisihan profenofos dalam tanah adalah dengan hidrolisis yang sangat
dipengaruhi oleh pH, selanjutnya ditentukan oleh proses aeron dan anaerob.
Umumnya profenofos dapat disisihkan pada kondisi tanah dengan pH basa. Hidrolisis
terjadi pada pH netral hingga basa dengan waktu paruh antara 104-108 hari pada
pH 5, 24-62 hari pada pH 7, dan 7-8 hari pada pH 9. Hasil utama proses tersebut
adalah 4-bromo-2-chlorophenol dan O-etyl-S-propyl phosphorthioate.
C.
Struktur Fisik dan Kimia Insektisida Profenofos
Struktur
fisik dan kimia profenofos adalah sebagai berikut :
1. Nama umum : Profenofos
2.
Nama
Kimia : O-(4-bromo-2-chlorophenyl)
O-ethyl S-propyl phosphorothioate
3. Nama Dagang : Curacron 8E, CGA-15324
4. Famili Kimiawi : Organofosfat
5. Pemroduksi : Ciba-Geigy
6. Nomor registrasi CAS : 41198-08-7
7. Kode OPP Kimiawi : 111401
8.
Rumus
Empiris : C11H15O3PSBrCl
9. Berat Molekul : 373.65 g/mol
10. Fase :
Liquid
11. Warna : Kuning pucat
12. Densitas : 1.46 g/cm3 pada 20°C
13. Kelarutan Air : 28 mg/L
14. Waktu Paruh : 8 hari
15. Sorpsi Tanah (Koc) : 2000 ml/g
16. Tekanan Uap : 9 x 10-7 mmHg
17. Struktur :
D. Toksisitas
Profenofos
Dampak
kesehatan terhadap manusia yang ditimbulkan oleh profenofos sama seperti
kebanyakan pestisida organofosfat lainnya, yaitu menghambat kolinesterase
dimana pada dosis tinggi dapat menyebabkan mual, pusing, kebingungan/linglung,
dan pada paparan tinggi ( misalnya karena terjadi kecelakaan seperti tertumpah)
maka dapat menyebabkan kelumpuhan sistem pernafasan dan kematian.
Terdapat
dua jenis kolinesterase dalam tubuh manusia yaitu:
1.
Asetilkolinesterase
(AChE) disebut juga acetylkoline acetyl-hydrolase atau ChE tipe I.
Enzim ini
ditemukan dalam sel darah merah, ujung saraf, paru-paru, limpa, dan sel otak.
Enzim ini terdiri dari ikatan glikoprotein dan sering ditemukan dalam bentuk
molekul. Fungsinya menguraikan asetilkolin menjadi kolin dan asetat.
- Pseudo-kolinesterase
(PChE) disebut juga Acylcoline acyl-hydrolase, butirylcolinesterase atau
ChE tipe II
Enzim
ini terdapat pada hati, otot halus, pangkreas, dan sel otak. Fungsinya adalah
untuk menguraikan butirilkolin menjadi kolin dan asam butirat (Phillips, 1995).
Kedua
enzim diatas mempunyai peranan penting dalam proses penghantaran rangsang dalam
sistem saraf walaupun letaknya berbeda dan substrat yang diikat dan hasil
penguraiannya tidak sama.
Menurut
WHO penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari normal sudah dinyatakan
sebagai keracunan. Sedangkan negara bagian California menetapkan penurunan
aktivitas kolinesterase dalam butir darah merah sebesar 30% dan plasma 40%
sebagai keracunan. Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan
pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan umumnya tidak spesifik bahkan
cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti mual, pusing, dan lemah
sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan
terapi khusus. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase
berkurang 50% dari normal atau lebih rendah. Penetapan keracunan yang dilakukan
menurut ketentuan Departemen Kesehatan menggunakan tintometer kit. Subyek
dinyatakan keracunan jika mempunyai aktivitas kolinesterase ≤75%, dengan
kategori 75 – 100% kategori normal; 50 – <75% kategori keracunan ringan; 25
– <50% kategori keracunan sedang dan 0 – <25% kategori keracunan berat.
Menurut
Gallo et al.(1991), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan
pestisida antara lain dosis pestisida, toksisitas senyawa pestisida, lama
terpapar pestisida dan jalan masuk pestisida dalam tubuh. Gejala klinis
keracunan pestisida golongan organofosfat pada :
1.
Mata
; pupil mengecil dan penglihatan kabur.
2.
Pengeluaran
cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salivasi, dan juga
sekresi bronkial.
3.
Saluran
cerna; mual, muntah, diare, dan sakit perut.
4.
Saluran
nafas; batuk, bersin, dispnea, dan dada sesak.
5.
Kardiovaskuler;
bradikardia dan hipotensi.
6.
Sistem
saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas, ataksia, demam,
konvulsi, dan koma.
7.
Otot-otot;
lemah, fascikulasi, dan kram.
8.
Komplikasi
yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernafasan berhenti, blokade
atrioventrikuler, dan konvulsi.
Mekanisme
proses penghantaran ransang pada saraf menurut Shaw dan Chadwick (1998) dimulai
dari perjalanan rangsang yang dibawa oleh asetilkolin dari otak menuju serabut
otot melalui serabut saraf (akson). Pada ujung akson, asetilkolin akan
dilepaskan dan diikat oleh reseptor sehingga rangsang tersebut akan terus
dihantarkan sepanjang jaringan saraf. Untuk menghentikan rangsang tersebut maka
asetilkolin harus diikat oleh enzim asetilkolinesterase yang berasal dari
pembuluh kapiler darah dan terjadi di sinapsis dimana akson melepaskan
asetilkolin menuju reseptor. Jika profenofos berhasil masuk kedalam peredaran
darah dan mengikat enzim asetilkolinesterase, maka pengikat asetilkolin saat
dilepaskan ujung akson oleh enzim asetilkolinesterase untuk menghentikan
rangsang tidak akan terjadi, karena enzim tersebut telah terikat oleh
profenofos sehingga asetilkolin akan diteruskan menuju reseptor dan mengakibatkan
rangsang yang berlebihan akibat menumpuknya asetilkolin.
Resiko-resiko
tinggi lainnya yang dapat ditimbulkan oleh profenofos adalah terutama terhadap
pekerja atau petani. Kemungkinan terpaparnya profenofos pada petani dapat
terjadi dengan memasuki tubuhnya melalui beberapa saluran, diantaranya adalah :
a.
Saluran pernafasan
Petani yang sedang menyemprot
rata-rata tidak menggunakan masker, walaupun ada namun masker yang digunakan
adalah kain biasa atau masker kertas bukan masker standar yang diwajibkan.
b.
Melalui absorpsi kulit
Petani
penyemprot tidak seluruhnya menggunakan pakaian yang menutupi seluruh bagian
tubuh, tidak menggunakan pakaian pelindung, pakaian penyemprotan tidak langsung
dicuci, dan mereka tidak langsung mandi setelah selesai melakukan penyempotan.
c.
Saluran pencernaan
Petani melakukan penyemprotan sambil makan dan minum, tidak
mencuci tangan ketika beristirahat untuk makan dan minum.
Sedangkan
resiko yang ditimbulkan terhadap segala hal yang berkaitan dengan makanan baik
dari makanan ataupun minuman tidak begitu tinggiuntuk seluruh populasi termasuk
bagi anak-anak. Resiko akut lebih dititikberatkan terhadap populasi ikan. Ikan
dapat terpapar profenofos dalam skala besar ketika profenofos digunakan sesuai
dengan pelabelan yang beredar.
Hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh paparan
profenofos adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengurangi terhadap pekerja:
a. Mengurangi laju aplikasi maksimum
menjadi 0.75 pon dari komposisi aktif per are.
b. Membiarkan laju penggunaan tertinggi
( 1 pon komposisi aktif per are) hanya pada hama lepidopteran (cacing kompleks)
yaitu hingga 2 kali per musimnya.
c. Mengurangi laju pemakaian musiman
dari 6 sampai 5 pon komposisi aktif per are per musim.
d. Membuat pengumuman kepada para pekerja
diwajibkan memakai pakaian pelindung yang sesuai ketika memasuki area kerja.
2. Untuk mengurangi resiko secara
ekologi:
a. Membiarkan zona penyangga sekitar
300 kaki jaraknya dari badan air untuk aplikasi penyemprotan dari udara.
b. Membiarkan zona penyangga sekitar
100 kaki dari badan air untuk aplikasi penyemprotan melalui tanah.
c.
Usaha
untuk mengurangi resiko seperti yang telah dijelaskan untuk pengurangan resiko
bagi pekerja juga diusahakan menjadi pengurangan resiko untuk ekologi (IRED
EPA, 2000).
E. Keracunan
Pestisida terhadap Anemia
Kejadian anemia
dapat terjadi pada penderita keracunan organofosfat dan karbamat adalah karena
terbentuknya sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah.
Sulfhemoglobin terjadi karena kandungan sulfur yang tinggi pada pestisida
sehingga menimbulkan ikatan sulfhemoglobin. Salah satu contoh reaksi yang
terjadi di dalam tubuh karena pestisida karbamat (zinc ethylene
bisdithiocarbamate atau zineb) adalah sebagai berikut :
Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat diketahui
bahwa zineb akan terurai menjadi etilentiourea, karbon disulfida dan hidrogen
sulfida. Hidrogen sulfida merupakan agen yang memproduksi sulfhemoglobin. Selain
itu, nitrogen dalam molukel hidrogenasi juga mempunyai peranan yang penting terhadap
pembentukan sulfhemoglobin. Sulfhemoglobin merupakan bentuk hemoglobin yang
berikatan dengan atom sulfur di dalamnya. Hal ini menyebabkan hemoglobin
menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam menghantarkan
oksigen.
Methemoglobin
terbentuk ketika zat besi di dalam Hb teroksidasi dari ferro menjadi ferri.
Selain itu juga dapat disebabkan karena terjadi ikatan nitrit dengan Hb
sehingga membentuk methemoglobin yang menyebabkan Hb tidak mampu mengikat
oksigen. Sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah tidak dapat
diubah kembali menjadi hemoglobin normal. Salah satu reaksi kimia terjadinya
pembentukan methemoglobin di dalam sel darah merah akibat keberadaan pestisida
dietilditiokarbamat (ziram) adalah sebagai berikut :
Kehadiran
sulfhemoglobin dan methemoglobin dalam darah akan menyebabkan penurunan kadar
hemoglobin di dalam sel darah merah sehingga terjadi hemolitik anemia.
Hemolitik anemia yang terjadi akibat kontak dengan pestisida disebabkan karena
terjadinya kecacatan enzimatik pada sel darah merah dan jumlah zat toksik yang
masuk ke dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pestisida organofosfat ditemukan melalui
sebuah riset di Jerman, selama Perang Dunia II, dalam usaha menemukan senjata
kimia untuk tujuan perang. Pada tahun 1937, G. Schrader menyusun struktur dasar
organofosfat. Meskipun organofosfat pertama telah disintesis pada 1944, struktu
dasar organofosfat baru dipublikasikan pada tahun 1948.
2.
Profenofos merupakan
jenis insektisida yang mempunyai
toksisitas sedang dan kandungan
gugus halida dalam
struktur molekulnya. Profenofos
merupakan bahan kimia yang bersifat
racun akut yang
moderat, penyebab kanker (carcinogenic), dikenal
sebagai polutan air tanah,
toksikan reproduksi.
3.
Profenofos mempunyai kelarutan dalam air sekitar 28 mg/L dan
berwarna kuning pucat.
4.
Dampak
kesehatan terhadap manusia yang ditimbulkan oleh profenofos sama yaitu
menghambat kolinesterase dimana pada dosis tinggi dapat menyebabkan mual,
pusing, kebingungan/linglung, dan pada paparan tinggi ( misalnya karena terjadi
kecelakaan seperti tertumpah) maka dapat menyebabkan kelumpuhan sistem
pernafasan dan kematian.
5.
Kejadian anemia dapat terjadi pada
penderita keracunan organofosfat dan karbamat adalah karena terbentuknya
sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah
B. Saran
– Saran
1.
Dalam pemakaian profenofos harus sesuai
dengan dosis yang ditentukan dapat dilihat di table kemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Clark
RF,2006. Insecticides: organic phosphorous compounds and carbamates. In:
Flomenbaum NE, Goldfrank LR, Hoffman RS, et al, eds.
Corbelt,J.R.
K. Wright and R..C. Baillie,1984. The
Biochemical Mode of Action of Pesticides, Academic Press, London.
Dreisbach,
R.H. Handbook of Poisoning. 11th Ed. Maruzen Asian Ed. Lange Medical
Publication. Singapore, 1983.
Fishel,
F.M. 2002. Pesticide Toxicity Profile: Organophosphate Pesticides. Documen
PI-50.http://edis.ifas.ulf.edu/PI008
Oginawati. “Analisis
Risiko Penggunaan Insektisida Organofosfat
Terhadap Kesehatan Petani.” tl.lib.itb.ac.id/print.php?id=jbptitbtl-gdl-s3-2006-katharinao-878
-2006. Download 23 Juli 2007
Pinkhas,
J., M. Djaldetti, H. Joshua, C. Resnick and A. de Vries. Sulfhemoglobinemia and
Acute Hemolityc Anemia with Heinz Bodies Following Contact with a Fungicide –
Zinc athylene Bissithiocarbamate- In a Subject with Glucose-6-Phosphate
Dehydrogenase Deficiency and
Hypocatalasemia. American Society of Hematology. 1963. 21 : 484 – 494
Ramulu,
U.S. 5ree. 1979. Chemistry of Insecticides and Fungicides. Oxford & IBH
publishing Co., New Dehli
Thomson
W.T.2001. Agricultural Chemicals, Book, Insecticides. Thomson Publication,
Fresno, California
WHO Rekomendasi Klasifikasi
Pestisida oleh Hazard dan Pedoman Klasifikasi tahun 2004, Organisasi
Kesehatan Dunia, Mei 2010.